Rabu, 23 Oktober 2013

PSAK Terbitan 2013

Kembali terbit!!
Standar Akuntansi Keuangan
Per 1 Juni 2012
EDISI Revisi

Buku ini merupakan kompilasi SAK yang terdiri dari PSAK, ISAK, dan PPSAK, yang telah disahkan dan berlaku efektif pada tahun 2012, serta dilengkapi dengan Buletin Teknis. SAK tersebut umumnya mengacu pada IFRS 1 Januari 2009. Buku kompilasi SAK terbitan 2013 ini menalami revisi pada PSAK 28, 36, 38, Penyesuaian PSAK 60, ISAK 27, 28, dan 29 serta adanya Pencabutan PSAK 33.

http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=581

Read more ...

Penerbitan ISAK 27, ISAK 28, ISAK 29, dan PPSAK 12

Berita DSAK
Pada tanggal 12 Juli 2013 Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) telah mengesahkan tiga Interpretasi dan satu Pernyataan Pencabutan, yaitu:
1. ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan;
2. ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas;
3. ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada Tambang Terbuka; dan
4. PPSAK 12: Pencabutan PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum
Interpretasi dan Pernyataan Pencabutan tersebut berlaku efektif pada 1 Januari 2014, dan bagi entitas yang ingin menerapkan lebih dini diperkenankan. 
Buku cetak ISAK 27, 28, 29, dan PPSAK 12 tersedia di IAI mulai tanggal 23 Oktober 2013. 
Pemesanan dapat ditujukan melalui email: ipan.sukmana@iaiglobal.or.id atau melalui telp (021) 3190 4232 ext 324
Untuk memudahkan pemahaman, terlampir adalah ikhtisar ringkas dari Interpretasi dan Pernyataan Pencabutan

Ikhtisar ringkas ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan
ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan mengatur, apabila entitas menerima pengalihan aset ataupun kas dari pelanggan dalam konteks untuk menkonstruksi aset yang digunakan untuk menghubungkan layanan jasa yang diberikan oleh entitas. Bagaimana entitas harus mengakui pengalihan tersebut? Bagaimana entitas harus mencatat kas yang diterima jika entitas mengalihkan dalam bentuk kas? ISAK ini memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Isu yang dibahas dalam ISAK 27 ini adalah:
(a) pemenuhan definisi aset atas aset tetap dan aset yang diperoleh atau dikonstruksi dengan menggunakan kas yang dialihkan oleh pelanggan.
(b) pengakuan dan pengukuran aset alihan.
(c) saldo kredit yang dihasilkan dari transaksi pencatatan pengalihan aset.
(d) identifikasi jasa yang dapat diidentifikasi secara terpisah.
(e) pengakuan pendapatan atas jasa yang telah diidentifikasi.
(f) pencatatan kas yang dialihkan.

Ikhtisar ringkas ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas
ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas mengatur, ketika entitas sebagai debitur ingin menyelesaikan liabilitas keuangannya melalui mekanisme penerbitkan instrumen ekuitas (debt for equity swaps).  ISAK ini memberikan panduan terkait penyelesaian sebagian ataupun seluruh liabilitas dengan menerbitkan instrumen ekuitas. Bagaimana entitas harus mencatat penyelesaian sebagian liabilitas dengan menerbitkan instrumen ekuitas? Bagaimana entitas harus mengakui perbedaan antara nilai tercatat awal liabilitas yang akan diselesaikan dengan nilai tercatat instrumen ekuitas? ISAK ini memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
ISAK 28 mengatur mengenai:
(a) Penerbitan instrumen ekuitas milik entitas kepada kreditur untuk mengakhiri seluruh atau sebagian liabilitas keuangan merupakan jumlah yang dibayarkan sesuai dengan PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran paragraf 41.
(b) Pengukuran instrumen ekuitas yang diterbitkan untuk mengakhiri liabilitas keuangan berdasarkan nilai wajar instrumen ekuitas yang diterbitkan, jika tidak dapat diukur secara andal maka diukur berdasarkan nilai yang mencerminkan nilai wajar liabilitas keuangan yang diakhiri.
(c) Liabilitas keuangan yang diakhiri sebagian, maka entitas menilai apakah sebagian dari jumlah yang dibayarkan terkait dengan modifikasi persyaratan dari liabilitas yang masih tersisa. Jika terkait, maka entitas mengalokasikan jumlah yang dibayarkan antara bagian dari liabilitas yang diakhiri dan bagian dari liabilitas yang tersisa.
(d) Perbedaan antara nilai tercatat liabilitas keuangan (atau bagian dari liabilitas keuangan) yang diakhiri, dengan jumlah yang dibayarkan, diakui dalam laba rugi sesuai dengan PSAK 55 paragraf 41. Instrumen ekuitas yang diterbitkan untuk mengakhiri liabilitas keuangan diakui di awal dan diukur pada tanggal liabilitas keuangan (bagian dari liabilitas keuangan tersebut) diakhiri

Ikhtisar ringkas ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada Tambang Terbuka
ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada Tambang Terbuka mengatur, ketika entitas pertambangan akan menambang pada suatu daerah tertentu, dan harus memindahkan material tanah yang menutupi tambang. ISAK ini memberikan panduan terkait biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan meterial tanah penutup, apakah diakui sebagai aset atau dibebankan langsung. Bagaimana entitas harus mencatat seluruh pengeluaran atas aktivitas pengupasan lapisan tanah jika terkait dengan persediaan tambang atau jika tidak terkait dengan persedian tambang? Apa kriteria pengeluaran yang boleh dikapitalisasi sesuai dengan ISAK ini? ISAK ini memberikan panduan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Interpretasi ini mengatur biaya pemindahan material yang timbul dalam aktivitas penambangan terbuka selama tahap produksi (“biaya pengupasan lapisan tanah pada tahap produksi”). Beberapa isu terkait dengan biaya pengupasan lapisan tanah menjadi bahasan dalam Interpretasi ini, di antaranya:
(a) pengakuan biaya pengupasan lapisan tanah pada tahap produksi sebagai aset;
(b) pengukuran awal aset aktivitas pengupasan lapisan tanah; dan
(c) pengukuran selanjutnya aset aktivitas pengupasan lapisan tanah.

Ikhtisar ringkas PPSAK 12: Pencabutan PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum
PPSAK ini menjelaskan apa alasan pencabutan PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum? dan bagaimana ketentuan transisi atas pencabutan PSAK 33.

Sumber: http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=580
 
Read more ...
Rabu, 02 Oktober 2013

Sejarah, Perkembangan, dan Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia

Berikut adalah perkembangan standar akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).

a) di Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
b) sampai Thn. 1955 : Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar keuangan.
c) Tahun. 1974 : Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
d) Tahun. 1984 : Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
e) Akhir Tahun 1984 : Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee)
f) Sejak Tahun. 1994 : IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
g) Tahun 2008 : diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
h) Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?
Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. 
Revisi terbaru PSAK yang mengacu pada IFRS
Sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International financial reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK yang telah direvisi tersebut antara lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30 (ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun 2006 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009). 
1. PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994), 
2. PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan, 
3. PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
4. PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu 
5. PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Kelima PSAK tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima PSAK tersebut. 
Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
1. PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan; 
2. PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap; 
3. PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud. 
PSAK yang sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan Indonesia merencanakan untuk konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut (Sumber: Deloitte News Letter, 2007):
• PSAK 22 : Accounting for Business Combination, which is revised by reference to IFRS 3 : Business Combination;
• PSAK 58 : Discontinued Operations, which is revised by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations; 
• PSAK 48 : Impairment of Assets, which is revised by reference to IAS 36 : Impairment of Assets
Berikut adalah program pengembangan standar akuntansi nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008):
• Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK; 
• Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS; 
• Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik. Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional didahulukan. 
Efek penerapan International Accounting Standard (IAS) terhadap Laporan Keuangan 
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek penerapan IAS (IFRS) dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh Barth, Landsman, Lang (2005), yang melakukan pengujian untuk membuktikan pengaruh Standar Akuntansi Internasional (SAI) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian lain dilakukan oleh Marjan Petreski (2005), menguji efek adopsi SAI terhadap manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung & Subramanyan (2004) menguji efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi SAI juga berdampak pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE, RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas, rasio Earning to Price. 
Pricewaterhouse Coopers (2005) menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak pada berbagai area antara lain: Product viability, Capital Instruments, Derivatives dan hedging, Employee benefits, fair valuations, capital allocation, leasing, segment reporting, revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation, cash flows, disclosures, borrowing arrangements and banking covenants.
Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai standar akuntansi domestik
Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah: (1) Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, (2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang, (3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan, (4) Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal internasional, (5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.
Pricewaterhouse Coopers (2005) dalam publikasinya “Making A change To IFRS” mengatakan: “Financial reporting that is not easily understood by global users is unlikely to bring new business or capital to a company. This is why so many are either voluntarily changing to IFRS, or being required to by their governments. Communicating in one language to global stakeholders enhances confidence in the business and improves finance-raising capabilities. It also allows multinational groups to apply common accounting across their subsidiaries, which can improve internal communications, and the quality of management reporting and group decision-making. At the same time, IFRS can ease acquisitions and divestments through greater certainty and consistency of accounting interpretation. In increasingly competitive markets, IFRS allows companies to benchmark themselves against their peers worldwide, and allows investors and others to compare the company’s performance with competitors globally. Those companies that do not make themselves comparable (or can’t, because national laws stand in the way) will be at a disadvantage and their ability to attract capital and create value going forward will be undermined”
Dalam publikasi tersebut, Pricewaterhouse Coopers sebagai perusahaan jasa professional atau kantor akuntan terbesar di dunia saat ini, menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut untuk dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipahami oleh pemakai global, dengan demikian dapat menarik modal ke dalam perusahaan. Hal inilah yang mendorong atau menuntut perubahan peraturan akuntansi domestik ke arah IFRS. Dengan mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang sama, hal ini akan memudahkan perusahaan multinasional dalam berkomunikasi dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam negara yang berbeda, meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan. Dengan mengadopsi IFRS juga berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi dalam interpretasi akuntansi, sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi. Dengan mengadopsi IFRS kinerja perusahaan dapat diperbandingkan dengan pesaing lainnya secara global, apalagi dengan semakin meningkatnya persaingan global saat ini. Akan menjadi suatu kelemahan bagi suatu perusahaan jika tidak dapat diperbandingkan secara global, yang berarti kurang mampu dalam menarik modal dan menghasilkan keuntungan di masa depan. 

Perlunya harmonisasi standar akuntansi internasional di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
 
Sumber: http://globallivebook.blogspot.com/2013/08/sejarah-perkembangan-dan-pengadopsian.html
Read more ...